JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) 8 provinsi disetjui pemerintah untuk dilanjutkan ke rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Delapan provinsi tersebut meliputi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah, dan Bali.
Dasar hukum berdirinya 8 provinsi tersebut masih didasarkan pada Undang-Undang Sementara tahun 1950 di masa Republik Indonesia Serikat (RIS), sehingga perlu pembaruan untuk memberikan kepastian hukum.
Kesepakatan tersebut berdasarkan hasil Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan perwakilan pemerintah dari Kemendagri, Kemenkeu, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, dan Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Keputusan tersebut turut disetujui oleh perwakilan anggota DPR RI dari 9 fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.
Mendagri Muhammad Tito Karnavian yang hadir langsung dalam Raker tersebut menegaskan, atas nama pemerintah prinsipnya menyetujui pembahasan RUU 8 provinsi dilanjutkan ke tahap pengambilan keputusan tingkat II.
Dia juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas kerja keras yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses perumusan RUU 8 provinsi tersebut.
“Dengan kesungguhan melalui diskusi yang panjang mencurahkan pikiran, menyita waktu, sehingga akhirnya terdapat kesepakatan 8 RUU provinsi yang selanjutnya dapat diajukan pada pembicaraan tingkat II dalam sidang paripurna,” katanya.
Mendagri menjelaskan, dengan disepakatinya 8 RUU ini akan memperkuat prinsip otonomi daerah ke depan.
Di samping itu, 8 RUU ini akan menjadi pijakan yang pasti terhadap produk hukum turunan, seperti Peraturan Daerah (Perda) yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dia menambahkan, khusus untuk Provinsi Bali, RUU ini akan menjadi landasan perlindungan hukum terhadap tradisi, serta adat dan budaya Bali yang menjadi kekuatan dan daya tarik wisatawan dunia.
“Sehingga dengan adanya perlindungan ini kita berharap agar tradisi, budaya, dan adat tersebut tidak tergerus dengan dinamika modernisasi. Pemerintah prinsip setuju dan selanjutnya kami mohon dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya,” pungkasnya. (kemendagri/sis)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.