Bawaslu Berikan Masukan Terkait  Rancangan PKPU Pencalonan Legislatif

JAKARTA – Bawaslu memberikan masukan dan menyampaikan isu penting terkait pencalonan legislatif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, KPU, DKPP, dan Kemendagri. Dalam RDP kali ini, Bawaslu membahas dua rancangan Peraturan KPU (PKPU) terkait pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyebut ada lima isu krusial pada tahapan pencalonan DPR dan DPRD, yaitu pembulatan syarat minimum persen calon anggota legislatif perempuan, batasan dan waktu partai untuk mengubah nomor urut bakal caleg, surat keterangan sehat yang dapat dikeluarkan oleh rumah sakit mana saja, simulasi waktu pencetakan logistik dengan waktu penetapan daftar calon tetap (DCT), serta perlukah seluruh ijazah caleg disertakan atau cukup ijazah terakhir.

Selain memberikan masukan terkait lima isu tersebut, Bawaslu juga memberikan sejumlah masukan terkait rancangan PKPU Pencalonan DPR/DPRD. Bagja menyebut bahwa dalam pasal 11 huruf k rancangan PKPU Pencalonan DPR/DPRD telah mengatur pengunduran diri bagi yang akan mencalonkan dari latar belakang kepala dan wakil kepala daerah, ASN, TNI, Polisi, dewan pengawas, dan karyawan pada BUMN dan/atau BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

“Namun bagaimana dengan status kepala desa? Terdapat larangan bagi kepala desa menjadi pengurus partai politik (UU 6/2014) meskipun larangan tersebut pada koteks pengurus namun sudah pasti ketika kepala desa mencalonkan harus menjadi anggota partai politik. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 hurf n RPKPU ini,” paparnya dalam RDP yang dihadiri pula dua anggota Bawaslu Totok Hariyono dan Puadi di Gedung DPR/ MPR RI Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Terkait dengan Pasal 22 ayat (1) dan (2) mengenai aturan ijazah, Bagja memberi catatan ketika tidak terdapat kondisi yang membuktikan sekolah tidak bersedia menerbitkan, terdapat kondisi sekolah diluar negeri, terdapat kondisi sekolah sudah tidak ditemukan.

“Mengingat catatan ‘konsinyering’ bahwa apakah perlu untuk menyerahkan seluruh ijazah atau cukup ijazah terakhir?” cetusnya.

Masukan berikutnya soal Sistem Informasi Pencalonan (Silon) yang diatur dalam Pasal 27 dan 28. Bagja meminta kepada KPU untuk memberikan akses pembacaan Silon kepada para pengawas pemilu di setiap tingkatan, bahkan agar dapat dikonstruksikan sebuah pasal atau ayat tambahan untuk akses kepada Bawaslu.

“Dengan akses tersebut segenap jajaran Bawaslu dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tahapan pencalonan anggota DPR dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten-kota sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu,” tuturnya. (bawaslu/adi)

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.