Sosialisasi Mitigasi Bencana di Kotamobagu, Gunung Ambang Normal Bukan Berarti Aman

KOTAMOBAGU — Balai Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui Balai Pengamatan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Gerakan tanah (PGAMBGT) Sulawesi–Maluku menggelar kegiatan Sosialisasi Mitigasi Bencana Geologi bagi pemerintah Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Timur dan Kota Kotamobagu. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Sutan Raja, Kotamobagu, Sulawesi Utara, Selasa (25/11/2025).

Sosialisasi tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman berbagai pihak terkait potensi ancaman geologi di wilayah Kota Kotamobagu, Boltim dan Bolmong termasuk risiko gempa bumi, gerakan tanah, serta potensi aktivitas vulkanik mengingat posisi daerah ini yang berada di kawasan rawan bencana. Suasana kegiatan berlangsung serius namun interaktif, penuh tanya jawab dan diskusi teknis yang mencerminkan tingginya kepedulian daerah terhadap potensi bahaya.

Kepala Balai PGAMBGT Sulawesi–Maluku, Juliana Rumambi, memaparkan bahwa Gunung Ambang memang berada pada status Level I (Normal). Namun, ia menegaskan bahwa kondisi “normal” tidak identik dengan “aman”.

“Kawah Gunung Ambang kini terbuka dan bisa mengeluarkan gas beracun kapan saja. Ini berbahaya, terutama bagi pendaki yang bermalam di area kawah,” ujar Debby Sapaan Akrab Juliana Rumambi.

Ia mengingatkan, sejarah menunjukkan Gunung Ambang pernah meletus besar dan dampaknya mencapai Kotamobagu serta wilayah sekitarnya. Rekam jejak tersebut menjadi pengingat bahwa kewaspadaan harus dijaga setiap saat.

PVMBG juga menekankan tiga imbauan penting bagi para pendaki—imbauan yang disebut sebagai “penyelamat nyawa”:

1. Dilarang bermalam di area kawah.

2. Jangan mendaki saat cuaca buruk.

3. Waspadai erupsi freatik yang dapat terjadi tiba-tiba tanpa tanda awal.

“Erupsi freatik itu yang kami khawatirkan. Cepat, tiba-tiba, dan sangat berbahaya. Apalagi saat musim hujan,” ucapnya.

Juliana juga menekankan bahwa program ini untuk peningkatan kapasitas dan edukasi yang sangat vital.

Sebelumnya, kegiatan serupa digelar di Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Tenggara dan rangkaian sosialisasi tahun ini akan ditutup pada 9 Desember di Kota Bitung.

“Kami datang untuk memberikan pengetahuan, bukan untuk membagikan perlengkapan. Pengetahuan inilah yang menyelamatkan,” tegasnya.

Pihaknya memberi perhatian khusus kepada kehadiran camat dan sangadi dalam sosialisasi ini. Mereka dianggap sebagai penerus suara mitigasi bencana ke masyarakat.

“Camat dan sangadi berinteraksi langsung dengan warga setiap hari. Mereka adalah corong kami,” ungkapnya.

Media massa turut diminta membantu memperluas jangkauan informasi agar tidak berhenti hanya di ruang sosialisasi.

Di Kesempatan yang sama, Kepala BPBD Kotamobagu, Asriyanti menyampaikan terima kasih mendalam atas pelaksanaan kegiatan ini.

“Ini tambahan pengetahuan yang sangat penting. Informasi seperti ini harus benar-benar sampai ke masyarakat,” kata Asriyanti.

Ia menegaskan bahwa kesiapsiagaan adalah kunci, mengingat bahaya geologi sering datang tanpa peringatan.

“Kita tentu berharap tidak ada erupsi. Tetapi masyarakat perlu tahu apa yang harus dilakukan sejak awal agar tidak panik dan bisa mengambil langkah antisipasi,” tandasnya.

Kegiatan tersebut menjadi momentum penting bagi daerah-daerah di Bolaang Mongondow Raya untuk memperkuat kesiapan menghadapi potensi bencana geologi di masa depan dengan satu pesan utama, pengetahuan adalah perlindungan pertama. (Lamk)

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.